Tentang Kami
KNCV Tuberculosis Foundation (KNCV)
KNCV adalah organisasi nirlaba internasional yang secara khusus berfokus pada pengentasan tuberkulosis (TB) di seluruh dunia dengan memperkuat sistem kesehatan dalam penanggulangan TB di tingkat global dan lokal.
KNCV atau Koninklijke Nederlandse Centrale Vereniging tot bestrijding der Tuberculose adalah wadah bagi para dokter, peneliti, ahli pelatihan, perawat dan epidemiologis yang fokus pada pengendalian TB. KNCV berkantor pusat di Den Haag, Belanda. Saat ini KNCV memiliki tiga kantor regional untuk Belanda dan Eropa, Asia Tengah, dan Afrika, serta 12 kantor perwakilan di Botswana, Republik Dominika, Ethiopia, Indonesia, Kirgizstan, Namibia, Nigeria, Pakistan, Afrika Selatan, Tajikistan, Uganda, dan Vietnam.
KNCV bertujuan untuk menghentikan penularan penyakit TB sebagai pembunuh nomor dua di dunia, serta memberantas penyakit TB kebal obat.
KNCV beroperasi di Indonesia sejak September 2002 melalui program Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA) dengan dana hibah dari USAID. Program ini berfokus pada dukungan operasional rutin di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan penguatan sistem diagnostik di wilayah lain seperti Jawa Barat, Sumatra Barat, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Banten. Sejak Maret 2003 hingga September 2006, KNCV mendukung implementasi rencana strategis program TB Nasional di lima provinsi, yaitu Jawa Barat, Bengkulu, Sumatra Barat, Banten, dan Bangka Belitung melalui dana hibah dari Canadian International Development Agency (CIDA).
Pada 2006, USAID kembali memberikan dana hibah kepada TBCTA untuk pelaksanaan proyek Tuberculosis Control Assistance Program (TBCAP) selama lima tahun. KNCV kemudian menjadi pelaksana utama dan koordinator TBCAP. Sejak 2010, TB CARE I menjadi program penerus pemberantasan TB di Indonesia yang berakhir pada September 2014.
TB CARE I beroperasi di 10 provinsi, yaitu: Sumatra Utara, Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat. Setelah TB CARE I berakhir pada 2014, USAID kemudian melanjutkan pendanaan penanggulangan TB secara global melalui proyek Challenge TB. Sebagai salah satu negara penerima manfaat, Indonesia mendapatkan bantuan teknis dari American Thoracic Society (ATS), FHI 360, Interactive Research and Development (IRD), dan World Health Organization (WHO).
Challenge TB
Challenge TB bertujuan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan di negara-negara dengan beban tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Berlangsung selama lima tahun, proyek ini dipimpin oleh KNCV Tuberculosis Foundation (KNCV) dan didanai oleh United States Agency for International Development (USAID). KNCV memimpin konsorsium internasional bersama delapan mitra sbb:
- American Thoracic Society (ATS);
- Family Health International (FHI 360);
- Interactive Research & Development (IRD);
- Japan Anti-Tuberculosis Association (JATA);
- Management Sciences for Health (MSH);
- Program for Appropriate Technology in Health (PATH);
- The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union); dan
- World Health Organization (WHO).
Challenge TB berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan:
- Meningkatkan akses layanan TB, TB/HIV, dan TB kebal multiobat yang berorientasi pasien dan berkualitas;
- Mencegah penularan dan perkembangan penyakit; dan
- Meningkatkan kebijakan TB.
Proyek Challenge TB mencakup kegiatan-kegiatan pengendalian TB di 23 negara dan beberapa proyek inti di sejumlah negara.
Challenge TB di Indonesia
Di Indonesia, Challenge TB mendukung program TB nasional melalui penerapan rencana strategis dengan memastikan kepemimpinan teknis. Proyek ini membantu program TB nasional dalam membuat keputusan-keputusan strategis untuk perubahan yang berkelanjutan dengan memaksimalkan sumber daya terbatas untuk dampak yang besar. Challenge TB Indonesia berjalan di bawah pimpinan KNCV dan kolaborasi dengan FHI 360 dan WHO. Proyek ini juga mendapatkan bantuan teknis jangka pendek dari ATS dan IRD. Secara keseluruhan, proyek ini bertujuan untuk menerapkan keterlibatan finansial dan teknis secara luas dan berkelanjutan.
Challenge TB di Indonesia beroperasi di 6 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, JAwa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara dan Papua dan focus di 16 kabupaten.
Challenge TB memberikan bantuan teknis kepada Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan sebagai mitra utama. Para penerima manfaat lain juga mencakup institusi pemerintahan lain, seperti layanan medis, lab, dan farmasi, dinas kesehatan provinsi dan kecamatan, lembaga profesi, organisasi masyarakat, dan mitra lokal lainnya yang berada dalam wilayah kerja Challenge TB. Lingkup teknis yang dilakukan oleh Challenge TB meliputi:
- Mempermudah masyarakat untuk memperoleh layanan diagnosa TB yang berkualitas.
- Meningkatkan penemuan kasus secara intensif dengan melibatkan pihak terkait lainnya.
- Memastikan dukungan ketersedian layanan pengobatan yang berkualitas bagi pasien TB
- Memperkuat komitmen politik pemerintah (dalam penanggulangan TB)
- Meningkatan dan mengembangkan sistim informasi TB yang berkualitas dan terintegrasi.
- Memastikan ketersediaan SDM yang berkualitas dalam penanggulangan TB.
Implementasi Challenge TB di tahun ke-4
Di tahun 2018 merupakan tahun ke-4 implementasi Challenge TB yang akan melanjutkan asistensi teknis untuk menyempurnakan kebijakan di skala nasional dengan implementasi di tingkat provinsi dan kabupaten. Melalui asistensi teknis ini, Challenge TB juga memperkuat kualitas serta kesinambungan di tingkat nasional melalui rencana aksi daerah untuk Tuberkulosis.
Pada tahun yang ke-3 lalu, Challenge TB berhasil mendukung rencana aksi daerah di 16 kabupaten yang didalamnya termasuk alokasi pembiayaan untuk penanggulangan TB. Berdasarkan hal tersebut, di tahun ke -4 ini, 6 (enam) provinsi Challenge TB akan menerapakan intervensi yaitu pendekatan berbasis kabupaten melalui bauran sektor public dan swasta (district Public Private Mix (PPM)). Pendekatan yang dilakukan dengan menyertakan seluruh rumah sakit pemerintah dan 80% rumah sakit swasta serta Puskesmas (95% dari kecamatan, termasuk layanan kesehatan public dan kurang lebih 80% dokter praktik mandiri, klinik, apotik dan lab) serta organisasi masyarakat.
Dalam pendekatan ini juga, organisasi berbasis masyarakat akan turut dilibatkan dan ditingkatkan kapasitasnya untuk advokasi sehingga dapat mempengaruhi pembiayaan untuk penanggulangan TB. Selain itu, focus Challenge TB juga termasuk peningkatan penemuan kasus serta notifikasi kasus baik dari tuberculosis kebal obat maupun yang sensitive, TB/HIV, TB pada anak, TB/DM dan penemuan kasus di lansia (lanjut usia) dan penemuan melalui kontak dekat di rumah serta WBP (warga binaan permasyarakatan). District PPM juga akan memperluas pengunaan wajib notifikasi serta diseminasi dari inovasi dengan pelibatan seluruh layanan kesehatan.
Terkait manajemen pasien tuberculosis resistan obat, Challenge TB akan melanjutkan dukungannya dengan perluasan dari Short Term Regimen (STR) atau obat jangka pendek dan penggunaan Bedaquilline (BDQ) dan memperkenalkan obat baru, Delamanid (DLM) dan regimen lain. Active TB drug-safety monitoring and management (aDSM) dan metode untuk peningkatan kualitas, seperti tolak ukur (benchmarking) dan interim cohort analysis, serta jejaring mentoring klinis jarak jauh dengan penguatan dukungan untuk pasien, juga menjadi aktivitas dari manajemen pasien tuberculosis resistan obat. Manajemen klinis juga akan ditingkatkan untuk pasien “lost to follow-up” (tidak meneruskan pengobatan) terutama untuk pasien dengan pengobatan regimen yang baru.